SMA itu berdiri sejak tahun 1951, namun baru meluluskan murid di tahun 1954. Sudah 56 Angkatan yang lulus.
Bagi kami seangkatan, yang masuk ke SMA itu tahun 1991, ini merupakan reuni 20 tahun kami masuk ke sekolah itu.
Foto-foto, cerita nostalgia, slide show dokumentasi saat SMA merupakan acara wajib, disamping beberapa kata sambutan yang biasanya memakan waktu 3x yang dijatah panitia (tanpa ada yang tega menyetop pidato).
Nah, yang menarik, banyak teman yang kebetulan berdomisili di Jakarta dan sekitarnya (pulau jawa) yang tidak datang, bukan karena tidak ada informasi atau karena harga karcis yang tinggi, tetapi karena merasa gagal.
“Tidak pede” Kata si A.
“Kalian kan sukses, ada yang bisa dibanggakan. Karena itu kalian suka reuni. Kalau bagi kami, datang ke reuni itu menyakitkan..” Kata si B.
Namun ada juga beberapa yang tidak selesaikan kuliah, pernikahannya gagal, pekerjaannya biasa-biasa saja, bahkan sering gonta-ganti pekerjaan yang masih berani datang.
“Biar semua orang tahu, reuni bukan cuma milik alumni-alumni yang bersinar terang benderang. Tetapi masih ada kami almamater yang biasa-biasa saja, tetapi kami masih hidup dan masih bisa berusaha. Kami belum merasa gagal.” Kata si C.
Ya, memang benar. Nama-nama alumni yang berposisi tinggi di tingkat nasional dikumandangkan oleh MC selalu disambut tepuk tangan alumni yang lain, padahal kalau dipikir semua orang itu tak memerlukan lagi tepuk tangan itu, mereka mungkin sudah jenuh dengan kekaguman orang lain.
Menarik jika ada reuni sekolahan sekolah-sekolah favorit yang mau menghadirkan orang-orang biasa, orang-orang yang kurang bersinar lulusan sekolah itu di atas panggung dan biarkan dia bercerita, bagaimana dia berjuang setelah lulus sekolah sampai akhirnya menemui kendala.
Mungkin alumni-alumni sukses dapat urun rembuk mengatasi permasalahan sejenis untuk masa-masa mendatang. Sehingga lulusan-lulusan sekolah itu selanjutnya dapat punya alternatif pemecahan masalah jika menemui jalan buntu/ kendala dan dengan demikian tidak akan ada lagi lulusan yang jalan di tempat.
Oke, sekedar memandang reuni-reunian dari sudut pandang yang lain, untuk lebih fokus mengumpulkan alumni-alumni yang biasa-biasa saja atau malah yang memprihatinkan, untuk dicarikan pemecahan masalah dan bukan sekedar menyanjung-nyanjung orang-orang hebat yang sudah tidak memerlukan puja-puji lagi.
Malah kalau bisa si hebat-hebat ini ditantangin membantu alumni-alumni yang biasa-biasa saja dengan kemampuan yang mereka miliki.
Semoga jadi bahan renungan.
Salam reuni sekolah, bagi yang kurang merasa berhasil.
0 komentar:
Posting Komentar